Pra Keberangkatan
Akhirnya liburan ke luar kota lagi setelah setahun
lebih tidak pernah naik pesawat dikarenakan kondisi pandemi dan aturan
pemerintah yang berubah-ubah. Super exited
dong ya, bahkan sudah booking tiket
pesawat sebulan sebelum keberangkatan demi sebuah tiket murah dan liburan yang
hemat. Namun, ternyata di masa pandemi seperti ini booking tiket jauh-jauh hari bukanlah sebuah pilihan yang tepat,
ada banyak kemungkinan yang bisa dilakukan oleh maskapai seperti pembatalan
keberangkatan pesawat hingga reschedule
waktu keberangkatan.
Sekitar 2 minggu sebelum keberangkatan, tiba-tiba ada
sms pemberitahuan dari citilink kalau salah satu flight dibatalkan oleh pihak
maskapai dengan alasan operasional. FYI penerbanganku dari Makassar – Lombok
itu connecting flight, tidak ada direct flight dari Makassar-Lombok. Jadi
awalnya tiketnya dari Makassar – Denpasar – Lombok, flight yang dibatalkan
keberangkatannya yakni Denpasar Lombok. Jadi pilihannya ya reschedule tiket, mumpung dikasih kesempatan reschedule gratis jadinya tiketnya saya majukan dua hari dari
jadwal semula, yang awalnya tanggal 17 Januari saya majukan jadi 15 Januari,
rutenya berganti menjadi Makassar- Cengkareng – Lombok. Karena saya rencana
liburannya berdua dengan teman jadi otomatis teman pun melakukan reschedule tiket ke tanggal 15 Januari,
tapi dia harus membayar biaya administrasi dan selisih harga karena reschedule atas permintaan sendiri.
Tanggal 14 Januari, sehari sebelum jadwal
keberangkatan, saya ke Klinik Lacasino untuk melakukan swab antigen sebagai
salah satu syarat untuk melakukan perjalanan. Saat menunggu hasil keluar,
tiba-tiba ada sms lagi dari citilink yang memberitahukan bahwa flight saya yang
dari Cengkareng ke Lombok itu berubah rute dan jadwal. Jadwal awalnya
Cengkareng Lombok pukul 11.10 dimajukan menjadi pukul 04.30 dengan rute
Cengkareng – Surabaya -Lombok. Kesel gak? Ya mulai kesel dong. Keselnya bukan
karena dimajuin jadwalnya tapi karena jadwalnya tidak ketemu. Penerbangan saya
dari Makassar Cengkareng aja pukul 06.00, ini penerbangan dari Cengkareng
Surabayanya malah dimajukan ke pukul 04.30 yang berarti di jam tersebut saya
posisinya masih di Makassar. Sambil menahan rasa jengkel saya telefon ke pihak
Citilink, CSnya membenarkan informasi tersebut. Lalu dicarikan penerbangan
dengan tujuan yang sama di hari tersebut dan tidak ada. Jadi jalan satu-satunya
ya cancel tiketnya. Apakah cukup sampai di situ? Ya jelas tidak. Cancel
tiketnya ternyata harus dilakukan melalui aplikasi di mana kita membeli tiketnya
dan proses pengembalian uangnya membutuhkan waktu 30-90 hari. Ini mah niatnya
mau murah dan hemat malah kenanya mahal. Saya terpaksa harus membeli tiket baru
di maskapai yang lain demi untuk berangkat keesokan harinya. Kenapa kok ngoyo tetap berangkat di tanggal 15? Ya
karena saya perginya berdua dengan teman saya, dia berangkatnya dari Surabaya
dan kami janjian ketemunya di bandara Lombok. Dianya sudah beli tiket, sudah
nombok karena reschedule jadwal, jadi kan gak mungkin juga saya membatalkan berangkat
di tanggal 15 Januari itu dan membiarkannya berangkat sendiri padahal kami
sudah janjian jauh-jauh hari. Karena beli tiketnya H minus beberapa jam sebelum
keberangkatan sudah ketebak dong harga tiketnya berapa? Hampir dua kali lipat
dari tiket sebelumnya. Tapi ya mau gimana lagi, ngerasa tidak punya pilihan.
Rasanya pengen nangis tapi ya mau gimana lagi, demi sebuah liburan yang
insyaallah menyenangkan. Hahahah
Day
1 (Makassar – Bandara Lombok – Gili Trawangan)
Tibalah hari keberangkatan, 15 Januari 2021. Flightnya
jam 06.00, saya memasang alarm pukul 03.00, 03.15, 03.30, 03.45. Ya dasar
anaknya pelor yaa, jadi khawatir aja ketiduran dan ketinggalan pesawat jadi
pasang alarmnya yang banyak. Hahaha. Alhamdulillah tidurnya tidak nyenyak
karena khawatir ketiduran, pukul 03.00 sudah bangun dan siap-siap ke bandara.
Pukul 04.00 sudah berangkat ke bandara, perjalanannya kurang dari setengah jam
karena jalanan kosong melompong. Tiba di bandara ternyata ruameee banget.
Flight subuh menuju ke Indonesia timur (Papua dan Maluku) sudah mulai
beroperasi jadi bandaranya ruame puool. Di tempat verifikasi dan check in
antriannya mengular. Hampir pukul 05.00 subuh baru saya selesai check in. Saya
langsung ke masjid untuk sholat subuh lalu ke ruang tunggu untuk menunggu waktu
boarding. Tidak menunggu lama hingga akhirnya ada panggilan boarding, waktu
boarding dan take off menuju ke Surabaya on time. Oh ya, pesawat yang saya
gunakan yakni Lion Air dengan rute Makassar – Surabaya – Lombok dengan waktu
transit di Surabaya sekitar 3 jam. Tiba di Lombok sekitar pukul 14.10. Di
Bandara Praya (Lombok) sudah ada Ani menunggu, pesawatnya tiba 3 jam lebih awal
dari pesawat yang saya tumpangi. Ani berangkat dari Bandara Juanda Surabaya,
saya berangkat dari Makassar.
Setelah kami bertemu kami lalu berjalan ke luar
bandara mencari transportasi menuju ke Pelabuhan Bangsal. Menurut informasi
yang kami dapatkan dari internet, ada beberapa pilihan transportasi menuju
bangsal. Bisa menyewa mobil, damri, atau transportasi online. Demi alasan hemat
kami memilih damri, ternyata tidak ada damri yang langsung menuju ke Bangsal,
jadi kami harus mengambil damri menuju ke Senggigi lalu dari Senggigi baru
memesan taksi online menuju ke Pelabuhan Bangsal. Biaya dari bandara ke
Senggigi sebesar Rp40.000 menggunakan mini bus damri. Mobil melaju menuju ke
Senggigi. Nah, di Mataram tepatnya di depan Mall Epicentrum kami harus pindah
mobil damri karena bapak pengemudinya sudah akan pulang, jadi kami pindah ke
mobil damri lainnya dengan biaya gratis dan kami diantarkan menuju ke Senggigi.
Dalam perjalanan kami sempat mengobrol dengan bapak supir, dari supir damri ini
kami memperoleh informasi bahwa ternyata ada damri dari bandara langsung menuju
ke bangsal, hanya saja waktunya di pagi hari, kalo siang atau bahkan sore itu
sudah tidak ada lagi damri dari bandara menuju ke Bangsal. Oh ya sekadar
informasi, di bandara pun di papan list tujuan damri tidak ada pilihan menuju
ke bangsal jadi harus bertanya langsung ke petugasnya. Sembari mengobrol dengan
supir damri, saya sambil ngecek tarif dari Senggigi menuju ke Bangsal
menggunakan aplikasi grab dan gojek, semuanya di atas harga 100 ribu. Lalu
terjadilah proses nego dengan supir damri. Kami menanyakan kesediaan supir
damri mengantar kami hingga ke pelabuhan bangsal, males juga pindah-pindah
transportasi karena kami bawa koper dan males gotong-gotong pindah pindah
transportasi. Alhamdulillah bapaknya berkenan dengan catatan kami mengganti
uang bensin beliau. Saat kami tanya berapa, bapaknya bilang terserah, tapi
biasanya dikasih 100.000. Deal, oke pak kami akan bayar 100.000 sampai di
Pelabuhan Bangsal. Perjalanan dari Senggigi ke Bangsal ternyata masih cukup
jauh dengan kontur jalan yang nanjak dan berkelok, di sepanjang jalan mata kami
dimanjakan dengan birunya laut. Jarak antara Senggigi - Bangsal hampir sama
dengan jarak bandara ke Senggigi.
Kami tiba di Pelabuhan Bangsal sekitar pukul 15.15. Oh
ya, di Pelabuhan Bangsal ini banyak calo. Nanti mereka akan menawarkan
membelikan tiket, tapi lebih baik langsung beli tiket langsung di loket aja
biar lebih jelas. Jalannya juga tidak begitu jauh dari tempat turun dari mobil.
Ada dua pilihan untuk menyeberang ke Gili Trawangan. Naik kapal umum atau
speedboat. Speedboat waktunya lebih cepat harganya 85.000, kapal umum waktunya
hampir sejam dengan biaya 20.000. Kapal umum ini baru akan jalan ketika
penumpangnya sudah 40 orang, tapi tenang saja jumlah 40 ini akan cepat
terpenuhi, orang-orang yang menyeberang ke Gili Trawangan bukan hanya pelancong
tapi juga warga lokal. Kami tiba di Pelabuhan Bangsal saat angin lagi
kencang-kencangnya dan ombak lagi tinggi-tingginya. Jadi sangat terasa sensasi
naik kapal open deck dengan hantaman
ombak yang begitu tinggi. Sekadar informasi juga, di pelabuhan bangsal ini
tidak ada dermaga jadi naik kapal langsung dari bibir pantai naik ke kapal.
Sangat direkomendasikan pake sendal dan hanya membawa daypack/carrier jika
ingin liburan ke Gili Trawangan biar tidak rempong. Tapi kalo pun terpaksa
harus pake sepatu ya sepatunya dicopot dulu biar tidak basah dan kalo ternyata
pake koper nanti bisa pake porter ala-ala (calo) untuk membantu mengangkat
koper menuju ke kapal, tarifnya bisa dinego untuk porternya. Waktu itu kami
hanya diminta untuk membayar 5 ribu untuk 2 koper, sangat murah dan membantu
mengatasi kerempongan.
Foto Suasana Kapal
Perjalanan ditempuh sekitar sejam, dalam perjalanan
menuju ke Gili Trawangan kami baru mencari penginapan. Niatnya mau liat dulu
penginapannya baru dibooking. Dari beberapa tulisan di internet banyak yang
menulis kalau beberapa penginapan di Gili Trawangan itu tutup semenjak pandemi
karena sepi, jadi mending lihat dulu baru bayar, lagian juga bukan high season jadi dapat dipastikan kami
akan mendapatkan penginapan. Nah, kebetulan banget pas di kapal ketemu salah
satu orang lokal yang bernama Sri, kami ngobrol panjang kali lebar layaknya
teman lama yang baru ketemu kembali. Sri ini ke Gili Trawangan untuk liburan
bersama teman-temannya. Dulunya Sri bekerja di Gili Trawangan, tapi semenjak
pandemi dia dirumahkan karena kondisi Trawangan yang sepi jadi tempat dia
bekerja tutup. Dari Sri ini kami akhirnya mendapatkan informasi penginapan,
namanya Pondok Sunrise 2. Alhamdulillah ya rejeki, dapat tempat menginap dari
sumber yang terpercaya. Saat ngecek di traveloka status Pondok Sunrise ini
penuh, jadi kami bookingnya langsung ke pemilikinya melalui perantara Sri.
Harga awal yang disampaikan ke kami yakni 200.000 tapi pada akhirnya diturunkan
menjadi 100.000 setelah Sri melakukan tawar menawar ke pemiliknya yang notabene
adalah temannya sendiri. Jadilah kami punya tujuan akan ke mana, ya ke Pondok
Sunrise.
Hampir sejam berlalu akhirnya kami tiba juga di Gili
Trawangan. Sama dengan di Pelabuhan Bangsal, di Pelabuhan Gili Trawangan juga
tidak memiliki dermaga, jadi kami turun dari kapal langsung ke bibir pantai. Kerempongan
akibat membawa koper benar-benar dirasakan saat turun dari kapal. Di Trawangan
tidak ada porter jadi kami harus gotong-gotong koper turun dari kapal dengan
kondisi kapal bergoyang karena ombak, untungnya bisa turun dengan selamat
(tidak jatuh hahhaa) meski dengan celana yang basah. Di Gili Trawangan
transportasi yang tersedia hanya sepeda dan kidomo (delman). Jarak dari
pelabuhan ke Pondok Sunrise sekitar 15 menit jalan kaki. Ya jalan kaki sambil
narik-narik koper keluar masuk gang yang becek dan berbatu, hahaha. Sungguh
pengalaman yang sangat membagongkan. Nanti kalo ada kesempatan liburan ke Gili
Trawangan lagi gak maulah bawa koper, rempong gotong-gotongnya hahaha.
15 menit kemudian tibalah kami di Pondok Sunrise, lokasinya bisa dikatakan strategies. Kamarnya seperti kamar kost-kostan, ada AC, lemari, meja kursi, wastafel, handuk dan kamar mandi dalam. Sangat worth it untuk harga 100.000 apalagi dibagi 2, jadi sangat murce. Kami langsung memesan dua buah sepeda untuk kami gunakan jalan-jalan mengelilingi Gili Trawangan. Harga sewa sepeda per-hari yakni 30.000. Setelah melakukan pembayaran kamar kami bersih-bersih lalu bersiap untuk keliling jalan-jalan di Gili Trawangan. Kami langsung memanfaatkan waktu untuk jalan-jalan, mumpung sore itu agak cerah. Yah, risiko jalan-jalan di bulan Desember Januari itu ya hujan, jadi meskipun sebenarnya tidak pandemi bulan-bulan segini pengunjung memang sepi karena banyak yang menghindari musim hujan.
Saat jalan-jalan sore dan menyaksikan keindahan Gili
Trawangan, kerempongan dan drama sebelum keberangkatan rasanya terbayarkan tuntas.
Seindah itu Gili Trawangan dengan udara yang segar. Oh ya, jangan khawatir jika
berkunjung ke Gili Trawangan. Di sana terdapat berbagai macam ATM, ada
minimarket yang bisa memenuhi segala kebutuhan kamu, ada beberapa penjual
makanan, dan ada pasar seni (pasar tempat jajanan di malam hari). Tapi jangan
kaget dengan harganya, harga makanan di Trawangan dua kali lipat lebih mahal.
Baru seuprit Gili Trawangan kami jelajahi tiba-tiba
hujan jadinya harus buru-buru balik ke penginapan, untungnya sudah foto-foto
hehe. Setelah sholat maghrib, tiba-tiba Sri ngetok-ngetok pintu dan ngajakin ngegrill
bareng teman-temannya. Alhamdulillah syekalii perjalanan ini. Banyak
dipertemukan dengan orang-orang baik. Sungguh sangat merindukan masa-masa ini,
masa di mana dalam perjalanan bertemu dengan orang random yang sangat baik dan
akhirnya menjadi teman. Malam itu akhirnya dihabiskan untuk ngegril dan
bercengkrama dengan teman-teman baru.
Day
2 (Gili Trawangan)
Pagi-pagi kami menyusuri Gili Trawangan menggunakan
sepeda. Kali ini jalan kami sedikit lebih jauh dari hari sebelumnya.
Menyaksikan pantai yang begitu indah di sebelah kiri jalan dan resort serta
resto-resto di sebelah kanan jalan. Saking sepinya suasana Gili Trawangan pada
saat kami datang, jumlah orang yang berpapasan dan beriringan dengan kami baik
yang menggunakan sepeda maupun yang jalan kaki bisa kami hitung. Menurut warga
sekitar, biasanya pengunjungnya banyakan bule tapi semenjak pandemi dan adanya
kebijakan karantina jadi bule-bule itu jarang yang berkunjung ke Gili
Trawangan, toh pun kalo ada berarti bule-bule itu memang bule yang sudah stay
di Indonesia sejak lama. Sekadar informasi juga rata-rata resort yang ada di
Trawangan itu pemiliknya bule yang suami atau istrinya orang Indonesia.
Setelah puas keliling dan foto-foto kami berniat untuk
mencari sarapan, dalam perjalanan menujuu ke penjual makanan tiba-tiba Sri
menemukan uang 100.000 yang jatuh, uang itu yang akhirnya dipake untuk
mentraktir kami sarapan hahaa. Harga sarapan itu 15.000-20.000 dengan menu
prasmanan. Ada yang menggelitik saat membayar sarapan, jadi ternyata harganya
disamaratakan sama si penjualnya, mau kamu porsi seperdua kek, seperempat kek,
porsi kuli kek, si penjualnya akan menghitung hanya dari jumlah varian makanan
yang dipilih bukan dari jumlahnya, jadi sebaiknya datanglah saat lagi
lapar-laparnya biar gak rugi. Hahaha
Rencana saya dan Ani pada hari kedua yakni snorkeling.
Tepat di depan penjual makanan dekat pelabuhan terdapat “basecamp” kapal untuk snorkeling. Tarifnya 100.000-200.000. Ada
public ada private, jika public harus terpenuhi 8 orang baru bisa berangkat, harganya
100.000 fasilitasnya hanya kapal dan alat snorkeling dan berangkatnya pukul
10.00, jika memilih private tarifnya 200.000/orang dengan jam keberangkatan
bebas sesuai permintaan, fasilitasnya kapal, alat snorkeling, guide, dan foto.
Baik private maupun yang public rutenya sama-sama ada tiga, melihat kura-kura,
ke patung cinta, dan fish fall. I’m sorry to say spot snorkeling di tiga tempat
ini tidak begitu bagus, apalagi saat kami snorkeling kondisi cuaca lagi mendung
ditambah lagi cukup ramai orang yang juga snorkeling jadi airnya keruh, kami
tidak bisa melihat dengan jelas, serta spot foto di alam bawah laut hanya satu
spot jadi orang-orang berkerumun di satu tempat hingga kita saling tendang
menendang di dalam air hahaha. Waktu yang dibutuhkan untuk snorkeling di tiga
tempat tersebut kurang lebih dua hingga tiga jam. Satu hal yang membuat
perjalanan snorkeling ini begitu berkesan yakni pengemudi kapal sekaligus yang
bertindak sebagai instruktur, beliau sangat ramah dan sabar membantu dan
menuntun kami menuju ke spot-spot yang dianggap bagus.
Sore harinya saya dan Ani memutuskan untuk keliling
Gili hingga di ujung jalan yang berbeton, kami mampir ke Santorini resort yang
digadang-gadang menjadi salah satu penginapan yang bagus di Gili Trawangan.
Saat kami tiba di penginapannya pas banget lagi sepi dan semua pengunjung sudah
checkout, jadi yang ada hanyalah tukang kebun, receptionist, serta penanggung
jawab Santorini. Kami disambut dengan cukup ramah, dipersilahkan untuk
keliling-keliling melihat suasana di Santorini bahkan dibantu untuk pengambilan
gambar. Abang-abang penjaga resort bahkan dengan sangat ramah mengajak kami
masuk ke kamar untuk melihat fasilitas kamar. Fasilitas Santorini lumayan bagus
dengan pemandangan yang juga cukup indah. Harganya pun tergolong worth it
dengan fasilitas yang ditawarkan. Range harganya antara 300.000-500.000, saat
kami menanyakan harga pastinya bapak penjaganya malah memberikan kami nomor
handphone, beliau meminta kami mengontak beliau jika ingin menginap di sana,
katanya nanti akan diberikan harga spesial yang cenderung lebih murah jika
dibandingkan memesan lewat aplikasi. Puas jalan-jalan dan foto di Santorini
kami melanjutkan jalan-jalan di sekitar Gili Trawangan. Dan ternyata untuk bisa
mengelilingi pulau waktunya tidak cukup jika hanya dua jam, ternyata Gili
Trawangan cukup luas dan jalanannya tidak semuanya bagus. Sore itu kami tidak
sampai mengelilingi Gili Trawangan karena keburu malam. Ada satu spot baru yang
sementara dibangun. Spot tersebut dibuat seperti taman tak berbunga dilengkapi
dengan WC yang cukup banyak, di tempat itu kami menghabiskan waktu hingga
maghrib menjelang sembari menikmati sunset yang tidak begitu indah karena
mendung. Meski begitu, kami cukup puas berkeliling dan menikmati suasana sejuk
dan menenangkan Gili Trawangan.
Day 3 (Gili Trawangan, Pelabuhan Bangsal, Mataram)
Hari ketiga yang juga merupakan hari terakhir kami di
Gili Trawangan. Pagi-pagi saya sudah menghubungi supir damri untuk janjian ikut
ke Mataram hari itu. Terus diinformasikan sama bapak supir bahwa damrinya ada
di jam 09.00, 11.00, dan 13.00. Saya memesan dua seat untuk jam 09.00. Melihat
jam masih pukul 07.00 saya dan Ani memutuskan untuk jalan-jalan lagi di Gili
Trawangan memanfaatkan waktu kosong. Niatnya ingin foto di spot yang biasa
muncul di instagram, hari sebelumnya kami mau foto di spot ayunan yang berada
di bibir pantai tapi sore itu airnya pasang jadi ayunannya basah, kami menunda
untuk foto keesokan harinya saat air surut. Nah keesokan harinya kami menyusuri
jalan menuju spot foto yang dimaksud, yaa kali ini airnya sudah surut tapiii
ternyata saat air surut di pinggir pantai itu banyak terdapat lumut, eh atau
rumput laut ya, gak tau lah yang jelas di bibir pantai tempat spot foto itu
berada pemandangannya tidak eye catching untuk kami mengambil gambar. Jadi kami
membatalkan untuk foto-foto dan kembali mengayuh sepeda menuju rute yang lain,
mencari spot siapa tau ada tempat yang lebih indah untuk mengabadikan momen,
ternyata zonk. Kondisi pantainya ya sama aja dengan kondisi pantai di
pantai-pantai daerah lain. Kami memutuskan untuk berhenti dan menikmati udara
pagi dan tidak ada niatan lagi untuk foto-foto. Kami duduk menikmati angin
pantai dan deburan ombak cukup lama, hingga jam menunjukkan pukul 09.00 lalu
kami bergegas pulang untuk mengambil barang dan ke pelabuhan. Sebelum tiba di
penginapan kami mampir terlebih dahulu ke penjualan untuk dengan niatan membeli
tiket lalu pulang mengambil koper. Ternyata tidak ada sistem booking tiket,
kami baru bisa membeli tiket setelah kami berada di lokasi. Tiket untuk setiap
kapal berbeda warna, jadi kalau kita tidak berada di lokasi saat kapal dengan
jadwal terdekat saat kami membeli tiket sudah berangkat maka tiketnya tidak
bisa digunakan untuk kapal berikutnya. Kami buru-buru balik ke penginapan untuk
mengambil koper agar bisa ikut kapal yang jam 10-an.
Setibanya di pelabuhan kami langsung membeli tiket,
ternyata saat itu kami baru mendapat tiket nomer belasan sedangkan jumlah
minimal penumpang baru kapal bisa berangkat yakni 40-an, kami menunggu sekitar
sejam. Menjelang pukul 11.00 penumpang tak kunjung mencukupi 40 orang. Jadi
saya langsung menghubungi supir damri untuk mendaftar ke Mataram Damri yang jam
1. Dalam rentan waktu menunggu, tiba-tiba datang seorang ibu yang duduk di
dekat kami, saat kami mengobrol kami mengetahui bahwa si ibu itu adalah seorang
guru yang bertugas di Gili Trawangan, rumahnya di Mataram. Jadi setiap hari si
ibu bolak balik ke Gili Trawangan, untungnya untuk biaya kapal pulang pergi si ibu
dikasih gratis jadinya tidak begitu mangkos perjalanan PP. Sekitar jam 11 lewat
beberapa menit, bapak penjual tiket mengumumkan kalau penumpangnya sudah
mencapai 40 orang dan kapal akan segera berangkat. Kami semua bergegas menuju
ke kapal. Saya dan Ani masih dengan gaya yang sama, nenteng-nenteng koper naik
ke kapal hahaha. Saat semua penumpang sudah naik kapal pun melaju menuju ke
Pelabuhan Bangsal. Perjalanan kurang dari sejam. Kami tiba di Bangsal sekitar
pukul 12.00. Di Bangsal saat kapal sudah sandar, porter yang berada di Bangsal
langsung dengan sigap mengangkat koper kami tanpa persetujuan. Awalnya Ani
ingin memberikan uang 5 ribu kepada porter yang mengangkat koper kami, tapi
kutambahkan 3 ribu menjadi 8 ribu. Saat kami berikan uang 8 ribu untuk dibagi
dua, salah satu porter ngomel-ngomel tidak terima dengan nominal yang kami
berikan. Ani pun ngomel-ngomel karena porter itu tiba-tiba mengangkat koper
kami tanpa persetujuan hahaha. Nah, untuk penjemputan Damri hanya sampai di
terminal yang jaraknya sekitar 500 meter dari pelabuhan. Ibu guru yang bertemu
kami di Gili Trawangan ternyata sudah di atas kidom (read: delman), saya pun
mengajak Ani untuk naik kidomo setelah kami bertanya tarif kidomo yang ternyata
hanya 5.000. Ya mending naik kidomo lah daripada mesti capek-capek jalan.
Kami tiba di terminal sekitar pukul 12 lewat beberapa
menit. Damri yang dijadwalkan berangkat pukul 13.00 belum datang, kami lalu
duduk di warung yang ada di terminal dan memesan jas jus. Sungguh sangat nikmat
meneguk jas jus dalam kondisi panas terik. Ibu-ibu penjaga warung sangat ramah,
beliau bahkan mengijinkan saya untuk mengecas hp sembari menunggu damri.
Menjelang pukul 13.00 damrinya pun datang, tapi tidak langsung berangkat.
Supirnya ngopi dulu. Damri yang kami tumpangi dari Bangsal menuju Mataram
merupakan Damri yang habis mengantar ke Sembalun, penumpangnya hanya ada aku
berdua dengan Ani. Satu kernet, satu lagi bapak-bapak yang tidak kuketahui
siapa dan beliau duduk di belakang. Sekitar pukul 13.00 damrinya pun berangkat.
Ani turun di daerah Senggigi untuk mengambil motor yang akan kami rental. Saya
meneruskan perjalanan menuju ke penginapan. Allah maha baik banget
mempertemukan dengan banyak orang-orang baik. Supir damrinya bertanya ingin
turun di mana, saya menginformasikan lokasi penginapan kami yang berada di
dekat Mall Mataram lama, saat kutunjukkan mapsnya si bapak-bapak yang duduk di
depan mengarahkan si supir untuk mengantarkan saya ke tujuan. Sungguh sangat
membantu dan saya merasa super amazed banget dengan damri yang ada di Lombok,
penumpang diantar benar-benar sampai di tujuan, sudah seperti gocar saja. Biaya
yang saya bayarkan berdua dengan Ani yakni 60.000. biaya yang tergolong cukup
murah dari Bangsal hingga di penginapan di Mataram.
Kami menginap di daerah pusat Kota Mataram, Spot On. Penginapan yang saya booking melalui aplikasi traveloka. Penginapan dengan harga 120.000, fasilitasnya lebih dari cukup. Ada AC, kamar mandi dalam, wastafel, TV, meja, kursi, dan disediakan sajadah dan yang paling penting terdapat jemuran di lantai 2. Receptionistnya pun sangat ramah. Kami menghabiskan dua malam di Mataram dengan menginap di hotel yang sama. Tak lama kemudian Ani pun datang membawa motor yang sudah dirental. Kami istirahat sejenak lalu mulai jalan-jalan di sore harinya.
Tujuan kami sore itu yakni ke Pantai Tanjung Bias.
Sebelum berangkat kami searching di internet dulu dan ternyata pantai biasa
aja, pasirnya hitam, tapi ya gapapa dijalani aja mumpung sore itu juga kami
tidak ada tujuan apa-apa mau ke mana. Ternyata pas tiba di lokasi Pantai
Tanjung Bias dibuat menjadi begitu indah, ada kuda, ada banyak tempat duduk
yang diatur menghadap ke laut lepas, jadi pada saat cuaca lagi cerah kita dapat
melihat sunset dengan begitu indah. Sayangnya sore itu cuaca mendung, meskipun
mendung guratan-guratan sunset masih kelihatan cukup indah. Kami menghabiskan
waktu dengan memesan minuman dingin dan gorengan sembari menikmati senja.
Sebelum balik kami sholat maghrib dulu lalu lanjut mencari oleh-oleh. Karena
hari itu masih jam 7-an kami memutuskan untuk mencari oleh-oleh dulu sebelum
balik ke penginapan agar keesokan harinya kami tidak lagi rempong untuk mencari
oleh. Tujuan kami ke Eksotik Lombok, tempat yang menyediakan oleh-oleh yang
cukup beragam dengan harga yang cukup terjangkau. Saat kami hendak pulang hujan
turun dengan begitu derasnya. Jadilah kami duduk dulu di Eksotik Lombok
menunggu hingga hujan reda lalu pulang ke penginapan untuk istirahat.
Day 4 (Lombok – Selong Belanak, Desa Adat Sade, Sirkuit
Mandalika, Pantai Seger, Bukit Seger, Bukit Merese)
Selasa tanggal 18 kami menjelajahi beberapa tempat dengan rute Pantai Selong Belanak, Desa Adat Sade, Sirkuit Mandalika, Bukti Seger beserta Pantai Seger, dan terakhir ke Bukit Merese. Sebelum kami berangkat langit terlihat cukup cerah, kami mengecek weather forecast juga kelihatan cerah tapi dalam perjalanan menuju ke Selong Belanak tiba-tiba hujan deras, sebelum diguyur hujan kami sudah dapat accident ditilang karena lewat jalan bypass yang harusnya dilewati oleh mobil, hahaha. Oleh-oleh dari Lombok berupa kertas tilang karena melanggar, untungnya saya liburan bersama Ani yang koplaknya tiada henti, bahkan di kondisi buruk pun kami bisa menertawakan kebodohan kami.
Perjalanan ke Selong Belanak ditemani hujan deras. Beberapa hari kami di Lombok memang cuaca tak pernah begitu bersahabat, mungkin ini menjadi pertanda untuk kami diundangan datang lagi ke Lombok untuk Liburan. Tiba di Selong Belanak kami diterpa angin yang cukup kencang karena masih gerimis dan kaki kami yang cukup basah, sungguh kondisi yang tidak worth it, daripada terus mengeluhkan cuaca yang tak menentu, kami memilih untuk menyenngkan hati dengan makan indomie rebus telur sambil menikmati suasana Pantai Selong Belanak sehabis hujan. Garis pantainya sangat eye-catching, apalagi kalo cerah pasti jauh lebih indah lagi. Pasir putih lembut, dan ombaknya lumayan menantang sehingga tak heran kalau pantai itu menjadi salah satu spot surfing. Kami hanya berjalan menyusuri bibir pantai, setelah puas mengabadikan momen, kami melanjutkan perjalanan ke Desa Sade.
Ini adalah
tempat yang wajib dikunjungi ketika ke Lombok. Selain bisa mengenal adat asli
suku sasak, di sini kita bisa berbelanja oleh-oleh juga dan bisa belajar
menenun. Di Desa Sade sudah ada local guide yang siap mengantar para
wisatawan untuk berkeliling dan menjelaskan tentang banyak hal mengenai Desa
Sade.
Setelah banyak mendengar
penjelasan dari bapak guide Desa Sade, kami melanjutkan perjalanan ke destinasi
selanjutnya yang lagi hits yaitu Mandalika. Kami sangat beruntung karena datang
ke Mandalika bertepatan dengan akan diadakannya event MotoGP sehingga dapat
banget feel nya. Kami mengendarai motor di sekitar stadion sirkuit,
berkeliling melihat-lihat “kegilaan” proyek sirkuit ini. Pemandangan sirkuit Mandalika
ini dapat terlihat jelas dari Bukit Seger, yang mana merupakan bukit yang
terletak tidak jauh dari sirkuit. Ketika mendaki sampai puncak bukit yang entah
berapa mdpl, kami menyaksikan dengan jelas kemegahan sirkuit Mandalika. Bukti
Seger ini strategis sekali posisinya. Sekelilingnya adalah pantai dan daratan
tempat sirkuit berada. Oh iya, sebelum mendaki bukit, kami mampir ke Pantai
Seger dulu yang berlokasi tepat di belakang bukit. Pantai ini juga tak kalah epic.
Pasirnya berbentuk seperti ketumbar. Yaps, bentuk, ukuran, dan warnanya mirip
sekali dengan bumbu dapur Ketumbar. Ternyata di bulan-bulan tertentu,
masyarakat di sini biasa mengadakan tradisi mencari cacing warna-warni di
Pantai Seger. Iya, di Pantai seger terdapat spesies cacing unik yang colorful
dan katanya sih bisa dimakan
Menjelang senja, setelah puas menikmati Bukti Seger dan pantainya, kami
lanjut ke Bukit Merese. Menikmati senja Bukit Merese ternyata sangat indah. Teman
saya terkagum-kagum dengan keindahan bukit seger yang dalam khayalannya mirip
menganggap kontur bukit mirip seperti bukit-bukit di New Zealand dan
Switzerland. Kami hanya sebentar menikmati waktu di Bukit Merese karena hari
sudah semakin gelap. Kami memutuskan untuk pulang ke Mataram dan beristirahat.
Tapi si Ani masih belum puas dan dengan ide gilanya masih mengajak untuk
kembali ke Bukit Merese keesokan harinya sebelum kami melanjutkan perjalanan
menuju ke Labuan Bajo.
Day 5 (Pantai Tanjung Aan – Bukit Merese)
Akhirnya keesokan
harinya hari Rabu tanggal 19 Januari kami memutuskan untuk cus lagi ke Bukit
Merese. Perjalanan dari Mataram ke Merese menggunakan motor sekitar 90 menit.
Kami melewati jalur berbeda. Kali ini lewat Bypass Mandalika, yaitu jalan utama
menuju Mandalika dengan pemandangan yang saaaangat indah. Jalannya lebar
sekali, mulus beraspal, gak ada lampu merah, dan memang itu adalah jalur utama
untuk para peserta MotoGP yang nantinya menuju Sirkuit Mandalika untuk
bertanding. Jadi kami ada rasa kebanggan dan rasa bersyukur bisa melewati jalur
yang akan dilewati oleh para pembalap motoGP hihihi.
Sebelum parkir di
Bukit Merese, kami mampir di Pantai Tanjung AAN yang berada beberapa meter
sebelum Bukit Merese. Kami tiba pukul 07.30 WITA, menikmati hangatnya sinar
matahari yang super cerah membuat wajah pantai tampak memesona. Kami
mengabadikan beberapa moment sebelum lanjut parkir di pintu masuk Bukit Merese.
Sampai di Parkir bukit, kami harus menanjak lagi. Sesampainya di atas, kami
menyaksikan hamparan rumput hijau di atas gundukan tanah yang seolah
bergandengan satu sama lain. Saaangat indah. Sinar matahari menambah
keeksotisan rumput hijau yang masih berembun dengan angin laut sepoi-sepoi.
Ditambah lagi banyak gerombolan sapi berkeliaran naik turun bukit. Teman saya
makin jatuh cinta dengan Bukit Merese karena berkhayal sedang berada di New
Zealand hahaha. Di sekeliling bukit disuguhi dengan pemandangan laut biru yang
beradu dengan kaki langit. Perpaduan warna hijau, biru laut, dan biru laut yang
sangat memanjakan mata. Pengalaman yang indah dan cuaca yang cerah di Bukit
Merese seolah membayar tuntas perjalanan kami yang harus datang dua kali dalam
waktu dua hari berturut-turut.
Sebelum kami
kembali ke Mataram kami mampir di salah satu penginapan yang ada di pantai
kota, pengelola penginapan itu adalah teman yang kami temui saat di Gili
Trawangan. Kami disuguhi pancake yang enak dan ditawarkan untuk menginap dengan
gratis, sayang hari itu sudah merupakan hari terakhir kami di Lombok karena
harus melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya. Liburan yang sangat
mengesankan dan menyenangkan, ditambah lagi kami dipertemukan dengan
orang-orang baik yang menambah kesan baik kami terhadap Lombok.
Oh iya, perjalanan
kami semuanya diatur sendiri disesuaikan dengan budget dan waktu yang
kami miliki. Kami tidak menggunakan jasa travel karena kami ingin menikmati
waktu berleha-leha dan tidak harus diburu-buru waktu.
Berikut budget yang saya dihabiskan selama lima hari empat malam liburan di NTB (transportasi, makan, oleh-oleh). Beberapa hal kami share cost berdua sehingga per orang bayarnya 50%. (NB: tidak ada list tiket pulang Lombok-Surabaya karena kami melanjutkan liburan ke Labuan Bajo).
Rincian |
Biaya |
Gili Trawangan |
|
Tiket pesawat Surabaya-Lombok |
1.197.800 |
Damri Bandara-Bangsal |
45.000 + 50.000 |
Tiket kapal Bangsal-Gili Trawangan |
20.000 |
Penginapan Gili Trawangan 2 malam (setelah share
cost) |
100.000 |
Snorkeling di Gili |
150.000 |
Sewa sepeda 2 hari (30.000/hari) |
60.000 |
Tiket kapal Gili Trawangan-Bangsal |
20.000 |
Kidomo Bangsal-Terminal Damri |
5.000 |
Damri Bangsal-Mataram |
30.000 |
Makan dan snack 3H2N |
128.000 |
Mataram – Lombok |
|
Penginapan 2 malam (setelah share cost) |
115.000 |
Sewa motor 2 hari (setelah share cost) |
70.000 |
Bensin (setelah share cost) |
20.000 |
Tiket masuk Pantai Selong Belanak |
5.000 |
Parkir Bukit + Pantai Seger (setelah share cost) |
2.500 |
Tiket masuk+tour guide Desa Sade (setelah share
cost) |
20.000 |
Masuk Tanjung Aan+Bukti Merese |
5.000 |
Makan dan snack 3D2N |
150.000 |
Oleh2 dan lain2 |
180.000 |
Total |
2.373.000 |