Apa kau tahu persamaan antara orang yang tak memiliki uang dan orang yang memiliki terlalu banyak uang? Hidup sama-sama tak menyenangkan bagi mereka, “Oh Il Nam”.
Maslow’s theory
Quotes
dari Oh Il Nam dalam serial Squid games dan Maslow’s Hierarchy of needs di atas
membuat saya cukup tergelitik untuk menuliskan ini. Seringkali menjelang tidur
dan saat terbangun di pagi hari saya merenung, memikirkan apa yang benar-benar
saya inginkan, apa tujuan hidup saya, dan apa pencapaian yang ingin saya
wujudkan. Semakin banyak tulisan yang saya baca, semakin banyak kisah yang saya
dengar, semakin mendorong saya untuk menentukan batas kata “cukup”, semakin
memaksa saya untuk belajar bersyukur atas semua hal yang saya miliki.
Menjadi
kaya raya yang bergelimang harta ternyata tak selamanya membuat orang bahagia,
pada akhirnya saat kita memiliki segalanya hidup akan terasa begitu datar, tak
ada lagi hasrat yang besar untuk mengejar sesuatu. Tidur di hotel bintang lima,
berlibur ke berbagai penjuru dunia, makan makanan terlezat dari chef terhebat
sekali pun semuanya akan terasa biasa saja dan hambar. Sama halnya dengan orang
yang berada di bawah garis kemiskinan, berjuang dari hari ke hari untuk sekadar
memenuhi basic needs merupakan pil
pahit yang harus ditelan setiap hari. Tapi tentu saja, meski keduanya sama-sama
tidak menyenangkan jauh lebih tidak menyenangkan saat tidak memiliki apa-apa
dibanding saat memiliki segalanya.
Berada
dalam kondisi in between dengan
segala drama dan pelik kehidupan menjadikan hidup lebih berwarna, selalu ada
alasan untuk terbangun di pagi hari dan kembali memperjuangkan hidup. Hidup penuh
lika liku, ups and down, dan
mengharuskan kita tetap bekerja keras untuk sekadar memenuhi basic needs nyatanya jauh lebih
menggairahkan.
Entah
terlalu cepat bersyukur atau pembelaan dari rasa malas, rasa-rasanya makin ke
sini makin chill dalam menjalani
hidup, tidak terlalu ngoyo ingin ini dan itu. Merasa arti kata cukup, hati
terasa begitu lapang, dan basic needs
terpenuhi ternyata it’s more than enough.
Rezeki itu hanya ada tiga, “apa yang kita makan, apa yang kita pakai, dan apa
yang kita sedekahkan”, ketika ketiganya sudah terpenuhi rasa-rasanya hidup
sudah terasa begitu berarti. Dan benar teori dari Maslow, ketika poin poin dari
hirarki piramida tersebut sudah terpenuhi, puncak tertingginya ya self-actualization.
Tulisan
ini mungkin tidak akan relate dengan
beberapa orang yang memiliki trauma pernah diremehkan sehingga butuh untuk terus bekerja bekerja dan bekerja untuk
menutup mulut orang-orang yang pernah meremehkan. Pandangan kita akan satu hal
sangat dipengaruhi dari preferensi kehidupan masa lalu yang pernah membuat kita
diapresiasi atau mungkin terluka, cara
kita menjalani hidup saat ini sangat dipengaruhi ada tidaknya hal yang pernah
membuat kita trauma sehingga butuh untuk “balas dendam”. Pada intinya kita struggling di panggung kita
masing-masing.
Banyak
hal yang ingin saya tuliskan tapi belum tersusun secara rapi di otak jadinya
narasi tulisannya juga menjadi acakadut, mungkin suatu saat ini saya akan
kembali membuka tulisan ini dan merangkai kata demi kata sehingga menjadi satu
narasi yang bisa lebih mudah dicerna. :D
Makassar,
01 November 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar