Rasanya
baru saja menulis refleksi tahun 2018 dan resolusi tahun 2019. Sekarang sudah
berada lagi di penghujung tahun. Menulis adalah salah satu cara untuk merawat
ingatan maka dari itu saya membuat catatan ini, untuk merawat ingatan saya akan
hari-hari yang telah saya lalui. Begitu banyak kisah jatuh dan bangu, memulai
dan mengakhiri di tahun 2019. Menerima dan melepaskan. Saya mencoba
mengumpulkan kepingan kenangan tersebut dalam sebuah catatan kecil ini.
Puji
syukur kepada Tuhan serta salawat kepada Rasul-Nya.
#1
Terimakasih ya Allah untuk nikmat sehat dan umur panjang, nikmat rejeki dan
kelapangan, dan segala nikmat yang tak terhingga yang telah engkau curahkan
kepadaku, keluargaku, teman-temanku, dan orang-orang yang aku kenal dan mengenalku,
serta orang-orang yang telah engkau ciptakan dan beri nyawa.
#2
Mengawali tahun 2019 dengan menonton konser di JCM lalu nongkrong hingga pagi
di McD Jakal. Di waktu yang bersamaan mendapat e-mail dari dosen pembimbing
mengenai revisi proposal yang telah saya kirimkan beberapa waktu yang lalu.
Perjalanan dan perjuangan baru dimulai di awal tahun 2019.
#3
Menggarap proposal hingga menyelesaikan tesis dan ujian. Begitu banyak hal yang
terjadi dalam proses mengerjakan tugas akhir ini. Begitu banyak rasa yang
bercampur aduk. Sedih, senang, berjuang, jatuh, disindir, pembuktian, hingga
tangisan haru. Tidak seperti kisah mengerjakan skripsi yang berjalan begitu
mulus, mengerjakan tesis terasa perjuangan dan air matanya. Mulai dari revisi
yang tiada henti, cibiran dari orang-orang karena saya yang tak bisa lepas dari
kegiatan-kegiatan yang dianggap akan mengganggu penyelesaian tugas akhirku,
berjuang dari pagi hingga malam di perpustakaan hingga anemia, berpindah dari
satu kafe ke kafe yang lain untuk mencari mood mengerjakan tesis, tangisan
karena revisi yang seakan tiada akhir disaat teman-teman yang lain tampak
begitu mulus berlenggok ke ruang ujian, hingga tangisan haru setelah mendapat
tanda tangan ACC dan ujian tanpa banyak kendala yang berarti. Melihat
orang-orang terkasih datang satu persatu memberikan ucapan selamat dan turut
berbahagia, serta mendapati begitu banyak kebahagiaan dan kepeduliaan terangkum
dalam sebuah teks yang dikirimkan pada hari ujian.
Mulai
menyicil mengumpulkan bahan dari akhir tahun 2018, lalu memulai mengerjakan di
awal tahun 2019. Minggu ini revisi, minggu depan saya datang lagi untuk
menyetor hasil revisian, begitu seterusnya hingga beberapa bulan. Bahkan mungkin
dosen pembimbing bosan melihat saya setiap minggu. Namun, karena saya menyadari
bahwa saya tidak begitu pintar jadi yang bisa saya andalkan adalah ketekunan. Barulah
pada tanggal 10 Mei 2019 tanda tangan yang dinantikan itu akhirnya didapatkan,
persetujuan untuk maju ujian. Banyak hal yang saya pelajari dan syukuri dari
proses revisian yang tiada henti, banyak hal baru yang saya dapatkan, sesuatu
yang selama ini seringkali saya acuhkan, sesuatu yang ternyata begitu penting. Salah
satunya cara penulisan dan pemilihan diksi, serta pengetahuan baru tentang
bahasa Bugis Makassar yang selama ini saya pakai, adanya penyimpangan dalam
berbahasa yang ternyata ketika diusut ada sebab musabab sejarah dan budaya di
dalamnya. Terimakasih tesis, prosesmu mengajarkanku untuk menjadi pejuang,
untuk banyak belajar, untuk lebih keras dalam berusaha dan berdoa. Tanggal 28
Mei adalah jadwal ujian, hari dimana saya harus mempertanggungjawakan apa yang
telah saya tulis dihadapan dosen pembimbing dan penguji, dan pada akhirnya
mendapat gelar tambahan M.A. Masih teringat salah satu petuah dari dosen
penguji kala itu, “Kartini, tenang saja, ini hanyalah ujian yang tidak cukup 2
jam. Ujian sesungguhnya telah kamu lalui selama proses menulis tesis berbulan-bulan”.
Seketika air mata seakan berlomba ingin berhamburan keluar, mengingat proses
panjang penulisan tesis tersebut. Dalam ujian pun, kata-kata dari dosen
pembimbing yang disampaikan kepada para dosen penguji membuat rasa haru
menyelinap ke dalam dada, “Kartini ini sangat telaten, dia rajin sekali
revisian dan mengumpulkan hasil revisiannya”, kata-kata sederhana tapi terasa
menyihir. Ternyata selama ini dosen pembimbing juga melihat proses bolak balik
revisian yang tiada akhir. Ditutup dengan tepukan di pundak oleh dosen penguji,
“Kartini nanti kalau sudah mau menikah kabari saya ya, beritahu berapa uang
panaikmu dan kirimkan undangan serta foto calonmu” saya hanya membalasnya
dengan senyuman dan satu kata “Iya”. Maklum saja, dari awal perkuliahan saat
baru semester satu di mata kuliah Bahasa dan Budaya hingga judul tesis, saya
selalu mengangkat yang berhubungan dengan uang
panai’ entah dilihat dari bahasanya
atau dari budayanya.
#4
Berangkat seminar ke Bandung. Perjalanan kali ini masuk ke dalam perjalanan
yang begitu menyenangkan. Bagaiamana tidak, perjalanan yang meski jauh tapi
dijalaninnya bersama teman-teman. Perjalanan kurang lebih 8 jam menggunakan
kereta ekonomi Jogja-Bandung tidak terasa begitu lama karena diisi dengan
banyak cerita, candaan, serta permainan. Di Bandung kami menginap di asrama UIN
Bandung. Tempat yang bisa menampung kami yang datang rombongan dan tentunya
gratis. Di Bandung kami tak hanya ikut seminar, tapi mendapat bonus
jalan-jalan. Kawah Putih dan kebun teh yang bisa dinikmatin secara gratis.
#5
Berangkat ke Situbondo, bonus jalan-jalan ke pantai dan Baluran. Bulan 3, bulan
dimana Pipit melangsungkan pernikahan. Kami, rombongan berangkat dari Jogja
menuju ke Jember, lalu melanjutkan perjalanan ke Situbondo. Rombongan perjalanan
ini tak kalah ramainya dengan perjalanan sebelumnya dari Jogja Bandung. Jogja
Situbondo pun penuh cerita. Perjalanan panjang selama 12 jam diisi dengan
banyak cerita dan gaya hingga akhirnya kereta berhenti di stasiun Jember lalu
kami dijemput menuju ke Situbondo. Perjalanan kali ini mendapat bonus
jalan-jalan ke Baluran, tempat yang selama ini hanya masuk ke dalam resolusi
yang belum kesampaian, tapi dengan datang ke kondangan akhirnya disempatkan
untuk sekalian main.
#6
Ikut kegiatan volunteer. Bulan 2 menjadi relawan Tengok Desaku dan melakukan
kegiatan di Ngawi selama beberapa hari, bonus jalan-jalan ke Benteng
Vanderbosh, museum, tempat wisata Srambang dan Candi Ceto. Masih di bulan 2,
menjadi panitai sekaligus koordinator sekaloh dalam kegiatan massive action
yang dilaksankan serentak oleh Mata Garuda di seluruh Indonesia. Menjadi relawan
Rumah Belajar Indonesia Bangkit selama satu semester. Bulan 5 menjadi relawan
Terjun Desaku, bonus jalan-jalan ke air terjun Jumog. Bulan 7 kembali mengikuti
kegiatan Tengok Desaku part 2 tetap di Kabupaten Ngawi, kali ini tidak
mengikuti kegiatan sampai selesai disebabkan harus segera balik ke Jogja karena
orang tua sudah datang untuk menghadiri wisuda. Menginisiasi kegiatan LCD (Ladies Community Development) bersama
beberapa teman yang berisi kajian keperempuanan.
#7
Jalan-jalan part I. Mendaki di Gunung Andong dan Camping di Bukit Klangon.
Sebuah usaha untuk liburan tipis-tipis, melipir sejenak dari hiruk pikuk kota
dan menjauh dari rutinitas yang lumayan menguras tenaga, pikiran, dan hati.
Lalu di bulan juni menemani Tyas mengambil data di Bandungan, penelitian sambil
jalan-jalan dan belajar tentang kehidupan dari petani bunga di Bandungan.
#8
Wisuda untuk kedua kalinya. Sebuah pencapaian yang sangat saya syukuri. Disaat kegiatan
yang tiada hentinya sejak menjadi maba, hingga wisuda. Saya berterima kasih
kepada Allah dan diri sendiri atas pencapaian ini. Lulus tepat waktu bahkan
kurang dari 2 tahun, menjawab semua sinisan orang-orang yang sempat khawatir
saya akan membayar UKT untuk semester selanjutnya. Bersyukur karena ada orang
tua meski hanya mama yang datang di prosesi wisuda, etta yang mensupport materil
dan doa dari jauh. Serta teman-teman yang selalu ada mendampingi. Periode ini
pun menjadi periode dengan lulusan terbanyak untuk kelas linguistik. Bersyukur berada
di lingkaran-lingkaran yang penuh support dan aura positif.
#9
Jalan-jalan part II. Dimulai dari Jogja, Bandung, Jakarta, Pangandaran, Bekasi,
Jogja, Banyuwangi, Bali, Jogja, Makassar. Ini merupakan perjalanan akhir
sebagai seseorang dengan domisili Jogja yang masa tinggalnya hampir saja
expired. Akhir juli berangkat ke Bandung untuk megikuti pelatihan SIAware, lalu
melanjutkan perjalanan ke Jakarta untuk ikut seminar bahasa yang diadakan oleh
Balai Bahasa, lalu ke Pangandaran bersama dengan anak-anak Kuliner Karaeng
mengunjungi Erik yang mendapat tugas penempatan KPU Pangandaran, kembali ke
Bekasi ke rumah Siti untuk lebaran Idul Adha, balik ke Jogja untuk
berkemas-kemas guna melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi dan Bali. Berdua
dengan Kafa berangkat dari Jakarta ke Jogja dan berempat dengan Rayhan, Ana,
dan Kafa menuju ke Banyuwangi. Di Banyuwangi kami jalan-jalan ke Kawah Ijen
(Yess, akhirnya satu tempat yang menjadi resolusiku pun tergapai), Pantai
Rajegwesi, Greenbay, De Jawatan. Lalu melanjutkan perjalanan ke Bali
menggunakan bis dari Banyuwangi menyeberang ke Bali, kena razia KTP karena lagi
lagi tidak membawa e-KTP. Di Bali kami jalan-jalan ke Ubud (yess, ini pun salah
satu list tempat yang ingin kudatangi di Bali dan akhirnya kesampaian, meski
ekspektasi tak sesuai kenyataan. Awalnya saya mengira Ubud adalah pantai yang
di sekitarnya dikelilingi sawah yang hijau seperti yang biasa ada di FTV,
ternyata jauh dari harapan, tapi meski begitu Bali tetap eksotis dengan perbedaan
dan kekayaan budayanya), selain Ubud, tempat yang kami kunjungi juga adalah Hidden canyon, Tegalalang, Penglipuran
yang merupakan desa terbersih di Indonesia, dan Tirta Gangga.
Bali
merupakan destinasi terakhir sebelum balik ke Jogja lalu pulang ke Makassar.
#10
Melepaskan dan dilepaskan, mengantar dan diantar, ditinggalkan dan meninggalkan.
Tahun 2019 merupakan tahun dimana banyak sekali pertemuan dan jauh lebih banyak
perpisahan. Merelakan satu persatu teman-teman rasa saudara untuk kembali ke
kampung halaman masing-masing setelah mendapat jutaan pelajaran dan kisah
selama dua tahun di Jogja dan selembar ijazah, berpisah dengan bapak ibu kost
yang telah menjadi orang tua sekaligus rumah selama di Jogja.
#11
Babak baru kehidupan di Makassar, setelah dua tahun meninggalkan Makassar,
agustus 2019 akhirnya kembali memulai lagi dan menyambung lagi silaturrahmi
yang sempat renggang karena perpisahan selama dua tahun. Bukan proses yang
mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru, orang-orang baru,
kebiasaan-kebiasaaan baru. Berat tapi tetapi harus dijalani. Terhitung butuh
waktu sebulan lebih untuk berdamai dengan kenyataan dan beradaptasi kembali
dengan lingkungan Makassar dan orang-orangnya.
#12
Berangkat ke Kalimantan. Akhir bulan 10 saya dan mama berangkat ke Kalimantan
untuk mendampingi kakak ipar yang hendak melahirkan. Akhirnya ketambahan satu
bayi mungil di keluarga kami, bayi laki-laki yang menjadi mata air dan
kebahagiaan di keluarga kami. Sekitar satu bulan saya berada di Kalimantan,
menikmati rutinitas yang meski itu-itu saja tapi saya bahagia, tenang, dan
merasa lapang. Selain di Kalimantan Selatan tempat dimana kakak saya tinggal,
saya pun menyempatkan diri untuk jalan-jalan ke Grogot di Kalimantan Timur untuk
mengunjungi sahabat saya yang sudah lama tak bersua.
#13
Balik ke Makassar dan menjalani rutinitas nine to five. Salah satu program LKP
Panrita yakni kelas intensif dilaksanakan selama 10 hari berturut-turut untuk 1
batch, dan tahun 2019 ada 2 batch yang dilaksanakan. Lumayan terasa bahagia dan
capeknya selama 20 hari berturut-turut berangkat sebelum matahari terang dan
balik saat gelap. Hitung-hitung simulasi menjadi seseorang dengan rutinitas
nine to five atau bahkan lebih lama dari itu.
#14
Mendaftar CPNS Kementerian Desa dan lolos administrasi. Sekarang sementara
persiapan dengan cara belajar bersama dengan kelompok ceria dan ikut belajar di
kelas intensif. Apapun hasilnya itu adalah hak preogratif Allah. I do my best, let God do the rest.
#15
Bahagia, sedih, jatuh, bangun, tersungkur, bangkit, tertawa, menangis. Begitu
banyak emosi yang bercampur dan silih berganti selama tahun 2019. Bertemu
dengan beragam kisah, orang-orang dengan berbagai macam karakter, serta emosi
yang beragam mengajarkanku banyak hal.
Terima
kasih 365 harinya tahun 2019 untuk banyak hal yang mengaduk emosi, memberikan
kekuatan, support, kebahagiaan, kesedihan, pelajaran, dan perjuangan. Untuk berragam
orang-orang baru yang kutemui, orang-orang yang selalu ada dan menyayangiku
dengan tulus, orang-orang yang memberikan perhatian dalam bentuk sindiran.
Terimakasih karena kalian saya menjadi jauh lebih tegar dan kuat. Untuk banyak
perjalanan dan tempat yang telah memperlihatkan banyak sisi dan memberikan
banyak pelajaran. Terimakasih untuk banyak penerimaan dan penolakan. Terimakasih.
I’m ready to face the new year and the
new challenge.
Thanks to my self telah
berjuang sejauh ini dan tak pernah menyerah. Kata seseorang boleh
kalah, boleh salah tapi tak boleh menyerah. Yes, I did.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar