Sabtu, 08 September 2018

Pantai Wohkudu


Akhirnyaaaa, Pantai Wohkudu gak berakhir wacana.

Dulu sudah merencanakan untuk ngecamp di pantai Wohkudu sedari bulan Juli, tapi apa daya. Rencana berakhir jadi wacana kala itu karena ombak yang begitu tinggi menghempaskan bibir pantai. Jadi kami tidak mau mengambil resiko dengan mempersembahkan nyawa, karena sudah tahu kondisinya berbahaya. Barulah di akhir Agustus setelah ombaknya kembali jinak, rencana tersebut kembali mencuat, dan terealisasi di tanggal 7 September. 

7 September 2018. Hujan mengguyur Jogja dengan begitu derasnya. 8 orang di grup “Ngecamp yuk” yang rencana akan berangkat ke Wohkudu semuanya hening. Aku membatin, semua ragu untuk berangkat, tapi semua gengsi untuk sekedar bertanya “jadi gak nih kita berangkat”, semuanya diam, hening. Semua saling bertahan dengan gengsi masing-masing. Akhirnya tim sewa alat, Tama dan Aad berangkat sewa alat, tim belanja saya dan Uga’ pun beraksi.


Tak peduli hujan, tak peduli panas, tak peduli gelap gulita kami tetap berangkat. Emang wong gendeng, sudah tau hujan, udah sore masih aja nekat untuk berangkat. Love you full deh teman-teman. Teman-teman yang nekat dan sedikit gila, bukankah memang seperti itu untuk merealisasikan suatu hal? Butuh kenekatan dan sedikit kegilaan, karena kalau ragu semuanya akan berantakan dan gagal.

Jadi fix kami berangkat berdelapan dengan menggunakan 4 motor. Setengah 5 sore kami meninggalkan kontrakan menuju Pantai Wohkudu dan sepakat lewat jalur Purwosari yang meskipun berkelok tapi cepet dibanding lewat Wonosari yang jalannya lurus tapi lama. Baru aja sampai di ringroad selatan, sunset sudah terlihat yang menyiratkan sore akan segera berganti malam. Masih tanpa keraguan, kami membelah macetnya Jogja di sore hari menuju tempat tujuan kami.

Seperti yang sudah diketahuai sebelumnya, jalur Purwosari memang penuh tikungan tajam dan tanjakan serta panjangnya lahan gersang yang tidak ada rumah satu pun. Sampai tiba waktu maghrib, kami mencari masjid untuk menunaikan sholat maghrib dan sekalian sholat Isya. Kami sudah melewati sekitar 2 jam perjalanan, dan menurut google map yang menjadi satu-satunya petunjuk kami, lokasi pantainya sekitar 15 KM lagi dengan perkiraan waktu tempuh 30 menit. Setelah sholat isya, kami melanjutkan perjalanan. Tapi setelah melihat google map, semakin jauh kita berjalan kok semakin bertambah juga jarak tempuhnya, daaaaan tepat kami nyasar. Di tengah gelapnya malam dan gonggongan anjing, kami putar balik dan mencari jalur yang benar. Sama seperti jalur sebelumnya, jalur masuk menuju pantai tak kalah heningnya. Hanya ada pohon yang berada di kiri kanan jalan, dan cahaya yang bersumber dari motor yang kami kendarai. Alhamdulillah meski seperti itu, Allah masih melindungi perjalanan kami. Sampai di lokasi parkiran Wohkudu perjalanan lancar jaya.

Kami tiba di parkiran motor Wohkudu sekitar pukul 20.00 waktu setempat, kami menyiapkan barang-barang bawaan lalu berjalan menuju bibir pantai. Waktu tempuh dari parkiran menuju bibir pantai tempat kami ngecamp sekitar 15 menit jalan normal. Worth it banget memang Wohkudu sebagai tempat menenangkan diri dari segala rutinitas yang memusingkan, tempatnya damai, hening, tak ada jaringan, dan yang terdengar hanya desiran ombak. Saat kami tiba di pinggir pantai, disitu sudah ada beberapa tenda yang berdiri lengkap dengan api unggunya. 

Jadi lokasi Wohkudu itu diapit oleh dua tebing, yang mana dibibir pantainya ada hamparan pasir yang cukup luas untuk lokasi ngecamp. Nah, di pinggir pantai juga terdapat satu warung yang dikelola oleh orang lokal, makan dan minumnya lengkap. Jadi tak perlu khawatir akan kelaparan. Ibu bapak pengelola pun menyediakan penyewaan tenda dengan harga 35.000 untuk isi 2 orang, serta ada bangunan Toilet dipinggi pantai sebagai fasilitas umum yang disediakan untuk menampung segala hajat, tarifnya BAK 3.000, BAB 5.000, Mandi 5.000. Kalau teman-teman mau mandi, sekalian BAB, sekalian BAK tarifnya hitung sendiri hahaha. Oh iya, kami dikenakan biaya kebersihan seikhlasnya.

Lanjut cerita, karena kami membawa makanan dan tenda sendiri. Jadi kami tak perlu beli maupun sewa, biaya tambahan yang kami keluarkan hanya untuk ke toilet dan biaya kebersihan. Sesampainya di lokasi ngecamp dengan insting manusia kelaparan dan butuh tempat istirahat kami langsung guyub untuk membangun tenda, lalu kemudian memasak untuk makan. Barulah setelah semuanya selesai kami duduk santai sambil mengobrol (red: julid). Setelah capek julid kami bermain Uno lalu tidur.

Keesokan paginya, kami sholat berjamaah dibawah tebing yang berbentuk goa, tentunya dengan air gratis dari ibu bapaknya. Gratis hanya untuk wudhu, airnya berada di penampungan di dalam kendi. Selesai sholat, kami kembali berjamaah masuk toilet untuk gosok gigi dan cuci muka (Tini, Ani, Ana, Ana dan Niken). Berlima di dalam satu kamar mandi yang sama, plus pipis sekalian hahaha. Saat mau bayar, bapaknya banting hargaaa banget. Kami hanya dikenakan biaya 3 ribu pemirsa, 3 ribuuuu hahaha. Alhamdulillah

Sekitar pukul 7-an setelah sarapan, kami bermain air di pantai. Dan ternyata, ombaknya sekali dua kali tidak nyantai. Ombaknya begitu tinggi, mengejar-ngejar kami yang sedang bermain dibibirnya. Membasahi celana kami yang panjang. Kami senang, kami bahagia, kami menikmati. Puas bermain air, kami duduk menjauhi jangkauan ombak. Satu dua orang gantian bermain gitu, lainnya nyanyi, sebagiannya lagi jadi backsound. Benar-benar hari yang indah, hari yang bermakna untuk melepas lelah dan me-recharge energy yang terkuras banyak untuk menjalani rutinitas yang begitu padat. Wohkudu pantai yang indah dan bersih, sekaligus yang recommended untuk menikmati me time.




Sekitar pukul 08.00 kami packing dan bersiap untuk pulang, tak lupa kami mengabadikan moment bahwa kami pernah ada di sana. Hahaha


Perjalanan dari lokasi ngecamp ke tempat parkir hanya butuh waktu 10 menit, itu sudah plus ngos-ngosan dan keringat di-mana karena menanjak terus. Perjalanan lebih cepat karena full of light, berbeda ketika berjalan turun jauh lebih lambat. Karena gelap dan kami pun memilih pijakan dengan selektif, karena bebatuannya tajam dan kami takut salah memilih tempat pijakan yang akhirnya akan membuat kami gulang guling gratis. Bayar parkirnya 7.000 untuk motor yang bermalam.

Pukul 09.05 kami meninggalkan Pantai Wohkudu dan menyusuri jalan menuju Jogja, tak lupa kami mampir mengisi perut yang sudah keroncongan di Kopi Panggang. Menunya variatif dan juga murah. Cocok untuk kantong mahasiswa dan backpacker. Setelah makan di Kopi Panggang kami melanjutkan perjalanan kembali ke Jogja, dan tiba kembali di kontrakan sekitar pukul 11 lewat.
Yogyakarta, 08 September 2019

Serba Serbi 2024

Siang ini, 30 Desember, menepi dari segala keriuhan dan memilih nongkrong di sebuah kafe favorit di tengah Kota Makassar, mencoba memesan ma...