Salah satu alas an terbesar kenapa
aku buru-buru ingin pulang karena ingin menuntaskan rindu. Rindu akan sebuah
kehangatan obrolan yang dibalut dengan cerita-cerita yang sukses menghadirkan
tawa. Namun, sesampainya disini ternyata semuanya perlahan berubah. Aku tak
lagi menemukan celah untuk sekedar memecahkan celengan rindu.
Mungkin aku yang terlalu banyak
menuntut, ingin semuanya tetap sama seperti dulu. Tetap sama seperti hari-hari
kemarin. Harapanku akan sebuah “pertemanan” begitu berlebihan, aku yang terlalu
besar menaruh harap, tapi lupa menyisakan celah untuk ditinggalkan dan kecewa.
Aku yang terlalu berlebihan ingin
dijadikan skala prioritas, sebagaimana aku pun menjadikannya skala prioritas
diatas keinginan dan kepentingan pribadi. Apakah ini pamrih? Ya mungkin! Tapi
bagiku ini hal yang manusiawi, akupun bukan malaikat yang bias selalu ikhlas.
Perjalanan ini megajarkanku banyak
hal. Semua akan expired pada waktunya. Ternyata bukan cuman makanan yang
memiliki batas expired. Pertemanan pun demikian adanya. Faktanya semua akan
jenuh pada akhirnya, realitanya semua akan berpisah pada waktunya.
Aku sama sekali tak pernah begitu
benci perpisahan, ada banyak media yang akan tetap menyatukan. Namun, yang
kubenci adalah perubahan perubahan yang tercipta ketika ruang dan jarak
memisahkan. Keindahan yang pernah terjalin, kehagatan yang dulu selalu hadir
akan menguap oleh jarak.