Perjalanan menuju diri sendiri adalah perjalanan tanpa garis finish, di saat kita merasa sudah selesai, di saat itu pula akan muncul trigger yang lain. Mungkin pada akhirnya bukan kata selesai yang cukup mampu menggambarkan segalanya, tapi berdamai dan menerima.
Self-sabotage, trauma bahagia, ini mungkin yang menjadi PR. Meskipun merasa sudah memiliki self-awareness dan self-esteem yang cukup baik, ternyata self-sabotage masih sering terjadi.
Masih sering wondering apakah saya deserve untuk ini, apakah ini betul-betul worth untuk saya hamba yang berlumur dosa ini. Bahkan pemberian Tuhan yang indah pun masih kadang diragukan karena merasa tidak pantas, astaghfirullah *cry*.
Bagian paling menyedihkan adalah saat orang-orang yakin denganmu tapi kamu malah meragukan diri sendiri. Beberapa kegiatan dan program yang menarik kulewatkan, hanya karena merasa tidak pantas untuk mendaftar atau karena terlalu malas dengan segala persyaratannya, mungkin di balik semua itu bukan alasan-alasan tersebut yang menghalangi, tapi adanya ketakutan gagal, takut jika sudah mencoba ternyata sia-sia, takut menjadi orang gagal hanya karena gagal dalam mencoba.
Kucoba keluar dari pola-pola itu, menembus segala ketakutan dan kecemasan untuk mendaftar sebuah program pengabdian. Ada rasa insecure dalam mendaftar karena merasa tidak cukup kompeten untuk sekadar mendaftar, tapi Thanks God telah mengirimkan teman yang tiada henti bertanya, meyakinkan untuk mendaftar, dan membimbing dalam prosesnya. Meskipun begitu, rasa khawatir dan takut itu masih tetap ada, perutku keram berhari-hari karena khawatir berlebih menunggu email dari penyelenggara. Saya seperti tidak mengenal diriku yang sekarang, penuh ketakutan, penuh rasa tidak percaya diri. Diriku yang dulu lebih nekat dan tidak mengenal rasa takut untuk mencoba banyak hal. Entahlah, apakah ini sebuah proses bertumbuh atau proses degradasi.
Perubahan selalu bersanding dengan ketidaknyamanan, proses transformasi dibersamai dengan air mata dan juga keraguan. Semoga Allah selalu membersamai segala prosesnya.
Dari segala rasa yang kurasa, saya sangat bersyukur dibersamai oleh Sang Maha Segalanya dan dikelilingi banyak orang-orang yang baik. Orang-rang yang secara tidak mereka sadari membantu dalam proses transformasi ini. Yang selalu menyediakan telinga untukku berkelu kesah, selalu menyambut dengan tangan terbuka saat kubutuh penguatan, dan selalu memberikan endless support dalam bentuk bantuan secara langsung, semangat, maupun doa.
Dalam refleksi kukadang mensyukuri segala hal yang terjadi, setidaknya jika esok lusa ada yang cerita tentang apa yang mereka alami, saya bisa memberikan perspektif yang lebih berempati karena pernah atau bahkan masih mengalaminya.
Everything happened for a reason, right?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar