Menjadi tua ternyata bukan hanya tentang umur yang bertambah tapi juga kekhawatiran yang mulai bercabang, dulu tidak terlalu banyak mikir untuk melakukan sesuatu, modalnya hanya nekat dan langsung eksekusi, sekarang terlalu banyak pertimbangan dan mitigasi risiko.
Awalnya kupikir bertambah tua hanya perihal sakit punggung yang sudah mulai intens, ternyata lebih besar daripada itu, tua mencuri nyali yang dulu selalu menggebu.
Dulu, modal berani dan nekat menjelajah suatu tempat meskipun tempatnya sangat asing, sedikit berbahaya, dan juga tanpa persediaan uang yang cukup. Sekarang, selalu mau memastikan tempatnya aman, perjalanannya nyaman, uangnya cukup baru berani untuk melangkah.
Dulu, waktu masih awal 20-an, melihat senior-senior yang terlalu banyak “alasan” untuk melakukan sesuatu membuatku judging. Sekarang, aku mulai mengerti alasan kenapa mereka tidak senekat waktu masih muda, tidak semenggebu saat masih kuliah, aku sudah berada di fase itu dan mulai mengerti bahwa perihal fisik dan juga pikiran merampas banyak hal saat kita mulai menua.
Dulu, aku sempat berfikir untuk tinggal di Papua, spend the rest of my life there, tapi seiring waktu berlalu, meskipun ada kesempatannya ternyata aku tidak senekat itu mengambil kesempatan tersebut, terlalu banyak pertimbangan yang membuat nyaliku ciut.
Ah, menua ternyata tidak semenyenangkan yang kubayangkan saat masih kanak-kanak. Tapi, aku bersyukur menua dengan kebijaksanaan (semoga). Aku bisa melihat lebih jernih segala sesuatu, tidak hanya mengedepankan ego tapi juga mulai menggunakan akal sehat untuk membuat keputusan. Aku bersyukur menua dengan banyak kenekatan di kala masih muda, setidaknya meskipun sekarang tidak sebebas dan senekat dulu, aku punya banyak tabungan memori dan cerita yang akan kukenang hingga kelak raga menyatu dengan tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar